Faithfully .......
I am still yours .....
oh...oh...oh...
Setengah sadar kuraih handphone yang kuletakkan tidak jauh dari kepalaku. Nada dering dengan lagu dari album Journey segera kuhentikan dan dengan segera kembali terjatuh ke dunia mimpi.
Faithfully ....
I am still yours .....
oh...oh...oh....
Setelah tadi tidak kupedulikan sepertinya kali ini handphone itu benar-benar ngotot membangunkanku. Mau bagaimana lagi, sepertinya kali ini benda sial itu berhasil. Rupanya 2 pesan singkat dari Rien. isinya sama
Kak mau ikut cari kado?
from : Rien
+6285343692XXX
Sebenarnya masih malas bangkit dari tempat tidur tapi kemarin aku sudah janji mau cari kado bersamanya
To : Rien
+6285343692XXX
Mau, Tunggu. Mau mandi dulu
Sambil membersihkan dan menyegarkan tubuh saya kembali teringat kata-kata Rien semalam pasti cuma karena Dia ke Makassar ki' kak. Sejujurnya kalimat itu benar-benar salah. Sekarang saya di kota ini karena hal lain. Mungkin beberapa bulan lalu atau bahkan beberapa minggu lalu saya ke Makassar karena Dia tapi kini tidak lagi.
Sudah ada pesan singkat lagi dari Rien ketika aku kembali dari kamar Mandi.
sudah dimana kak?
from : Rien
+6285343692XXX
kubiarkan saja tanpa ku balas, lebih baik aku segera membungkus tubuhku dengan kaos polos dan celana jeans tuaku dari pada aku berlama-lama membalas pesannya. Baru saja aku membuka lemari untuk memilih sebuah kaos, handphone sial itu kembali berbunyi.
Faithfully.....
I am still yours ....
oh...oh...oh....
Ugh, Rupanya itu bukan pesan. Nada dering pesan dan panggilan masuk yang aku pasang memang sama. Tak ada alasan khusus, hanya malas memilih lagu lain.
"Yap, Halo..." Jawabku.
"Kak dimana meki' ?" Bahasa degan logat khas makassar yang aku kenal baik menyambutku, pertanyaannya sama seperti pesan yang baru saja di kirimnya.
"Sudah dijalan ..." aku berbohong.
"Cepat kak, aku tunggu di rumah." Tut.....Tut....Tut... Putus tepat saat aku akan menjawab OK.
Aku menangkap nada kesal di kalimat terakhirnya. Begitulah wanita, jika laki-laki yang terlambat lima menit saja mereka sudah kesal setengah mati. tapi, jika mereka yang terlambat 30 menit bahkan hingga berjam-jam laki-laki tidak boleh protes. Jika laki-laki protes maka mereka akan mengeluarkan sikap aneh yang sulit di mengerti. Mulai dari diam, muka masam, judes, ngomel atau bahkan nangis. Yah sudahlah, pokoknya saya harus segera bergegas.
Tidak berapa lama kemudian, kami sudah berada di antara deretan benda-benda yang bisa di jadikan kado. Rien sibuk membantuku memilih benda yang kira-kira di sukai sahabatnya. Memberi komentar tiap benda yang ku pilih. Di toko pertama yang kami datangi menurut Rien tak ada yang cocok. Barulah di toko berikutnya ketika aku menemukan ide memberinya tas laptop disetujui oleh Rien. Hanya ada satu masalah, tak ada tas laptop yang ukurannya pas dengan laptop sahabatnya.
"Yah, kok tidak ada sih mba yang ukuran 12 inch!?" Rien setengah protes ke penjaga rak tas laptop
"Maaf, kami hanya punya yang ukuran 10 inch dan 14 inch " jawab wanita penjaga rak tersebut
"Yah, sudah makasih mba" saya memotong protes Rien kepada wanita penjaga rak.
Sebenarnya saya mau saja masa bodoh memberikan sesuatu yang entah apapun itu. Intinya saya tidak mau ambil pusing apakah dia akan suka atau tidak hadiah pilihanku. Ini hanya sekedar tanggung jawab moral setelah berjanji. Meskipun saya tahu pasti sahabat Rien ini sangat suka dengan warna kuning, dan pasti sangat senang sesuatu dengan warna itu.
Setengah jam kemudian Rien sudah di depan kasir. Barang yang akhirnya terpilih adalah boneka Spongebob. Saya hanya ingin segera pulang, mandi, makan, dan tidur. Hari juga segera berakhir. Setelah membayar dan ide cemerlang Rien untuk sekalian membungkus kadonya, yang tentu saja ini adalah ide suram bagiku karena akan menunda rencana istirahatku.
Begitu semuanya selesai aku segera pulang ke rumah, semua beres, lega dan bisa istirahat dengan tenang. Belum 5 menit aku rebahan di kasur, teror baru muncul dari handphone sial itu.
Faithfully.....
I am still yours ....
oh...oh...oh....
Panggilan masuk dari Rien lagi. Ugh, apalagi ini?
"yap, Halo" kujawab lebih dari sekedar kesal
"Kak, dimana ki' ? " kalimatnya lebih terdengar menuntut dari pada bertanya
"di rumah, memang kenapa?" Aku balik bertanya
"Kadonya bagaimana kak?"
"Kamu saja yang bawa ke Dia" Aku yakin kalimat ini terdengar seperti bentakan, ingin rasanya aku segera mengakhiri pembicaraan tidak penting ini.
"Kenapa pulang kah kak? Bawa sendiri kado ta' kak, pokoknya kalo tidak datang kadonya saya buang"
"Aku mau istirahat dulu, yah sudah, kabari saja kalau sudah mau ke rumahnya" Berdebat dengan Rien hanya akan menunda ritual istirahatku.
"Sekarang kak, tidak ada alasan. Saya tunggu di lorong jalan masuk rumahnya temanku." Emosiku rasanya sudah berada di puncak mendengar kalimat Rien barusan. Ibarat kaleng aerosol yang di panaskan dan siap meledak kapan saja.
"Oke, tunggu saya lima sampai sepuluh menit di sana" pembicaraan berakhir. Meski aku benar-benar tidak terima apa yang baru saja aku putuskan.
Aku memejamkan mata dan mengatur ritme napas. Begitu semua rasanyanya sedikit lebih tenang, aku segera bangkit meraih kunci motor dan meluncur ke tempat Rien menungguku.
Rasanya benar-benar bodoh mengikuti semua keinginan Rien untuk ikut merayakan ulang tahun sahabatnya yang dalam versiku melirikku pun Dia tidak pernah mau melakukannya dan pernah menolak dengan sempurna puzzle hati yang ku tawarkan yang entah alasan apalagi yang kupunya untuk tetap menyimpan kunci puzzle itu. Lamunanku segera kembali masuk kedalam lubanganya ketika kulihat belasan orang siap membuat pesta kejutan. Rupanya aku adalah orang terakhir yang ditunggu.
Setelah memastikan bahwa yang akan diberi kejutan siap di posisi, serangan kejutan dari belasan orang termasuk aku, segera memasuki zona merah dan yang terjadi selanjutnya hanyalah kegaduhan, tawa, tangis dan haru yang berbaur dengan doa dan ucapan selamat.
Namun bukan itu yang mendominasi pikiranku. Tiba-tiba rasanya semua melambat begitu kulihat matanya yang sudah penuh dan hampir tumpah entah karena bahagia atau terharu. Ada sesuatu yang lain dan itu membuatku teringat bagaimana rasanya jatuh cinta. Inilah alasan mengapa kunci potongan puzzle itu masih kusimpan, dan aku seratus persen yakin bahwa ini pula yang menjadi alasan kenapa aku mau saja menuruti semua keinginan Rien. Ini semua untuknya, hanya untuknya, dan segalanya karenanya. Semua kekesalan musnah berganti kepuasan karena menjadi bagian dalam rasa harunya. tak peduli dia pernah melirikku atau tidak, pernah mengacaukan puzzle ku, pernah ... oh... pokoknya semua masih sama, rasa ini tak berubah sejak pertama sadar bahwa aku menyukainya.
Faithfully.....
I am still yours ....
oh...oh...oh....