Quote Favoritku : Kamu gak berhak benci kepada orang yang sayang sama kamu
Demi melunasi utang atas janjiku pada Inayah Syar mengenai
Take Off My Red Shoesnya saya akhirnya berhasil juga membuat tulisan ini. Cukup
berat juga sebenarnya menyelesaikan postingan ini karena aku mengetik ini di
sela-sela flu yang melanda. Saya menjadi cukup khawatir akan nasib laptopku
setelah dihujani cairan organik yang keluar dari hidung dan mulutku. Anyway
bagaimanapun juga saya merasa tersanjung jika komentar-komentar payah dari
seorang Rahmat Sapar masih mau dibaca olehmu Nay.
Kalimat pertama yang terpikir saat akan membuat postingan
ini adalah “Aku sangat menikmati novel ini”. Membaca Take Off My Red Shoes ini
seperti sedang menonton movie keluaran tahun 90an yang bercerita mengenai tokoh
utamanya yang ternyata di akhir cerita terungkap adalah sumber segala masalah
di awal cerita. Bagi anak yang
seangkatan dengan saya yang masih 14 tahun ini pasti mengerti apa yang saya
maksud. Pernah nonton film Identity kan? Kira-kira seperti itulah benang merah
kisah yang akan kamu temukan di novel ini.
Sejujurnya ingatan saya mengenai dongeng sepatu merah ini
sedikit samar-samar. Saya yakin pernah menontonnya di minggu pagi di tahun
90an. Kala itu ada acara kartun di salah satu stasiun TV yang menayangkan
dongeng-dongeng dunia tiap minggunya. Alice in wonderland, gadis berkerudung
merah, gadis penjual korek api, jack dan kacang ajaib dan salah satunya saya
yakin dongeng sepatu merah ini. Karena ingatan saya sedikit kabur jadi saya
skip saja bagian seberapa banyak Take Off My Red Shoes yang berasal dari dongeng
ini.
Merah. Saya pribadi suka merah. Mungkin tak segila karakter
Atha di novel ini tapi saya bisa memahami bagaimana warna itu bisa menyihir
Atha dan membuatnya jadi terobsesi. Mungkin saya dan Atha punya ikatan batin
juga jadi mungkin saya tertukar dengan Alia waktu kecil. (Ini kenapa jadi
berasa sinetron putri yang di tukar yah?) Seperti biasa Nay kamu selalu bisa
membangun karakter tokoh di setiap novel-novel mu dan saya selalu suka itu. Mengenal
Atha, Alia, Kegan, dan Ares rasanya seperti mengenal orang asli melalui
tulisan, karakternya selalu hidup.
Plot dan alurnya novel ini meski locat-loncat tidak terlalu
membuat pusing kok. Agak ketebak lagi sih buat saya tapi tenang saja karena
saya yakin anak yang lahir tahun 2000an tak bisa menebak dengan baik.
Haha2015x. Efek banyak menonton film keluaran 90an sih ! Entah kenapa meski
saya sudah bisa menebak endingnya seperti apa saya setengah berharap sebuah
ending yang berbeda. Saya lebih prefer ke sebuah ending menggantung di novel
ini, pasti hasilnya lebih epic. Tak usah ada penyelesaian konflik dan epilogue-nya
saya berharap bukan sebuah adegan romantis Kegan dan Atha, tetapi Atha akhirnya
di vonis sembuh oleh psikiater tapi ternyata itu semua adalah kebohongan lain
yang dilakukan oleh Atha, kira-kira di gambaran saya endingnya seperti itu.
Di novel-novel sebelumnya saya selalu mengkritik soal
setting yang kurang di eksplor, namun di novel ini luar biasa bagus. Meningkat
signifikan, love it ! Lalu di novel-novel sebelumnya terlalu banyak percakapan,
tapi di novel ini porsi adegan, gambaran setting, penjelasan mengenai sesuatu
dan perasaan serta percakapannya pas. Enak banget di bacanya. Saat membaca
novel ini waktu terasa menjadi sangat singkat, ini mengindikasikan bahwa novel
Take off my red shoes ini tidak membosankan.
Satu hal lagi kalau boleh saran nama tokohnya buat lebih
berbeda satu sama lain. Saya sih gak masalah cuma kemarin ada yang mengeluh ke
saya katanya dia sempat bingung Athalia dan Natasha itu jika nama pendeknya Atha
atau Alia membuat dia bingung. Athalia bisa di singkat Atha dan juga Alia itu
katanya yang membuat dia bingung di 2 bab awal.
Oke, saya rasa sudah banyak celotehan dari saya. Semoga
terus berkembang yah Nay rasanya sekarang kamu sudah terlalu jauh, Saya masih
optimis suatu hari nanti bisa menelurkan sebuah tulisan dalam bentuk novel juga
meski rasanya sudah susah buat saya mengejar mu. Jadi teringat saat kita
sama-sama belajar menulis. Ckckckck !